Selasa, 27 April 2010

Budi daya ikan

Budi daya "Si Dokter Ikan"
Prospek ekspor ikan Garra Rufa masih bagus, ketimbang pasar lokal. Pasar lokal dari tahun ke tahun mulai menurun, hal itu disebabkan banyak produsen raksasa yang menjual dengan harga murah.

Tak hanya manusia, rupanya ikan pun dapat mengobati manusia. Namanya ikan Garra Rufa atau disebut “Doctor Fish”. Sepintas, ikan tersebut tidak memiliki keistimewaan, bentuknya seperti ikan mujair, dan hanya memiliki ukuran maksimal 14 cm. Ikan tersebut adalah jenis hewan tropis dan biasanya hidup di kali dan di danau. Ikan yang hanya memiliki umur 5-6 tahun ini hidup di air tawar yang memiliki suhu 28-43 derajat celius.

Konon, ikan Garra Rufa mulai diketahui pada 1800 di Turki. Saat seorang pengembala yang terluka kakinya kemudian sering berendam di kolam air hangat dan ternyata lukanya berangsur sembuh. Kemudian pada 1950, pemerintahan Turki mulai mengembangkan pengobatan dengan ikan tersebut dengan membangun berbagai fasilitasnya.

Ikan Garra Rufa dipercaya memiliki kemampuan untuk mengobati berbagai penyakit kulit manusia. Mulai dari mengangkat sel-sel kulit mati, melancarkan peredaran darah, dan mempercepat peremajaan kulit. Tidak hanya itu, ikan tersebut pun sangat berguna bagi penderita psoriasis (sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat).

Pada perkembangannya ikan Garra Rufa pun menarik banyak perhatian masyarakat dunia. Pada 2006, ikan tersebut mulai marak dibudidayakan di Asia, Eropa, dan Amerika. Begitu juga di Indonesia, salah satu yang tertarik untuk membudidayakan ikan tersebut adalah Andre Suwondo. Ia mengatakan bahwa ia mulai tertarik pada ikan Garra Rufa saat ia melancong ke Singapura. “Di Januari 2008, saya melihat bisnis ikan Garra Rufa yang sedang booming di Singapura. Lalu, saya pun tertarik untuk membawanya ke Indonesia,” cerita pria yang berasal dari Surabaya.

Untuk memulai bisnis budi daya ikan Garra Rufa ini, hal yang pertama dilakukan adalah pengadaan bibit. Andre mengaku rela merogoh koceknya hingga Rp100 jutaan untuk mendapatkan bibit ikan tersebut, ia harus mendatangkannya langsung dari Singapura dan Cina. Saat itu, ia membeli 7000-8000 bibit ikan tersebut seharga 2$ per ekor, biaya tersebut belum termasuk biaya kirim, pajak, dan biaya karantina ikan selama dua minggu. Dari jumlah tersebut, ia mengaku hanya beberapa ratus ekor yang dijadikan bibit untuk dibudidayakan, sebagiannya lagi ia jual.

Dalam membudidayakan ikan Garra Rufa, Andre menggunakaan media akuariam. Sejauh ini Andre memiliki 20 akuarium, tiap akuarium itu berisi 500-750 ekor ikan. Sebagian besar pembudidayaan ikan Garra Rufa milik Andre dilakukan di Lembang, Bandung-dibantu 4 orang karyawan dan sebagiannya dilakukan di Kramat Baru no 2, Senen-Jakarta.

Untuk masalah perawatan, ikan Garra Rufa merupakan ikan yang mudah dibudidayakan. Hal yang yang perlu diperhatikan adalah kualitas air, setiap harinya sekitar 20%-30% air kolam atau akuarium ikan tersebut harus diganti. Selain itu, diperlukan sistem filterisasi air yang harus bersih.

Langkah selanjutnya adalah proses penggemukan. “Proses penggemukan ini, biasanya memakan waktu delapan sampai sembilan bulan. Setelah itu, kita pilih ikan yang sudah matang untuk dikawinkan. Selang beberapa lama, ikan-ikan tersebut akan terlihat gemuk kemudian ikan tersebut disuntik dengan ovaprim (obat pematang telur). Dalam beberapa hari ikan-ikan tersebut akan bertelur,” papar pria yang berumur 26 tahun ini.

Satu bibit ikan Garra Rufa yang bagus mampu menghasilkan 700-800 telur sekaligus. Tetapi, dari sekian banyak telur, 20%-30% nya mengalami kegagalan atau busuk. Selain itu kegagalan juga disebabkan si induk memakan telurnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Andre memiliki kiat tersendiri, “Telur-telur tersebut harus dipisahkan dari si induk. Pemisahan telur dilakukan dengan menggunakan selang kecil, mirip selang aerator kemudian diisap dan dipindahkan ke wadah lain yang telah disiapkan.”

Sekitar 3-4 hari telur-telur tersebut akan menetas, ikan Garra Rufa yang kecil diberi makan Artemia. Artemia adalah makanan yang awalnya berbentuk pasir kemudian direndam dengan air asin kemudian muncul hewan kecil yang siap dimakan oleh anak Garra Rufa tersebut. Sedangkan Untuk Garra Rufa dewasa yang berukuran dua inci, mereka diberi makan cacing dan pelet.

Setiap bulannya, Andre mampu memeroduksi 10.000 ekor ikan Garra Rufa. Biasanya ikan tersebut dibanderol dengan harga Rp5000 dan setiap bulannya Andre mengeluarkan biaya sebesar Rp4 jutaan, biaya tersebut untuk karyawan dan pakan ikan. “Sebenarnya kami bisa memeroduksi lebih dari jumlah tersebut, kami hanya memeroduksi sesuai pemintaan dari pembeli saja,” terang pria yang hobi memelihara ikan ini.

Para pembeli hasil budi daya ikan Garra Rufa milik Andre berasal dari berbagai daerah Indonesia. Sebagian besar produksi dikirim ke terapi spa yang berada di mal Jakarta, seperti di mal Grand Indonesia, MOI, dan Senayan City. Biasanya, terapi spa mengorder dalam jumlah yang cukup besar, 20.000-30.000 ekor. Tidak hanya pangsa lokal, setahun yang lalu Andre banyak mengirim ke eksportir untuk dikirim ke Singapura, Miami, dan Perancis.


Peluang Ekpor Masih Tinggi
Selain Andre, pemain ikan Garra Rufa lainnya adalah Benny Gunawan. Pria kelahiran tahun 1984 yang tinggal di Jalan Karmel 1, Lembang-Bandung ini mengaku awal ketertarikannya pada bisnis ikan tersebut berawal dari hobinya memelihara ikan koi ketika ia berumur 15 tahun. Ia memulai bisnis tersebut di 2008, setelah ia resmi mengundurkan diri dari staf karyawan sebuah bank swasta.

“Awalnya, saya mendapatkan bibit ikan Garra Rufa dari seorang teman, kira-kira 30 ekor bibit ikan,” papar pria yang berumur 26 tahun ini. Kemudian ia mempelajari seluk beluk membudidayakan ikan tersebut, mulai makan, pemeliharaan, pemijahan, dan pengobatannya. 

Saat memulai usaha tersebut, Benny mengeluarkan biaya Rp10 jutaan. Biaya tersebut ia gunakan untuk pembuatan beberapa kolam, bibit, dan peralatan yang diperlukan untuk budi daya ikan tersebut, seperti filter air. Hingga saat ini, Benny telah membangun empat kolam yang berukuran 2,5x4 meter dan satu kolam yang berukuran 120x4 meter.

Menurut Benny, “Pembudidayaan ikan Garra Rufa di media kolam lebih memberikan banyak keuntungan daripada di akuarium. Pertama, perawatan ikan di kolam lebih mudah dan yang kedua pertumbuhan ikan lebih cepat.” Selain itu, kita harus mengetahui penyakit yang sering diderita ikan tersebut, biasanya ikan terkena penyakit whitespot (bintik-bintik putih pada badan ikan).”Jika salah satu ikan ada yang terjangkit, ikan tersebut harus kita pisahkan dari kolam. Hal tersebut untuk mengantisipasi agar ikan yang lain tidak tertular,” terang pria yang juga hobi berolahraga.

Setiap bulannya Benny memeroduksi 2000-3000 ekor ikan. Sebagian besar ikannya dijual ke konsumen langsung dan pemilik spa dengan. Ketika Duit menanyakan, bagaimana peluang ekpor ikan ini? Benny menjawab, “Prospek ekspor ikan Garra Rufa masih bagus, ketimbang pasar lokal. Pasar lokal dari tahun ke tahun mulai menurun, hal itu disebabkan banyak produsen raksasa yang menjual dengan harga murah.”
[Aswin Cahyadi]


Thera Fish
Jln. Kramat Baru no. 2
Jakarta Pusat
(021) 33833165

2 komentar:

  1. Maaf Pak Andre. sy baru belajar menernakkan gara rufa, ingin bertanya beberapa hal:
    1. telur yg fertil gara rufa itu berwarna putih bening atau kuning ya??? Kemarin ikan gararufa saya bertelur buat pertama kalinya...warnanya putih bening dan ada bintik putih susu di tengahnya.. tp sudah 2 hr kok bintik putihnya masih sekecil itu ya??
    2. Saya menaruh jaring di dasar akuarium untuk melindungi telur dari ikan ikannya,,, saya bingung bagaimana memisahkan telur dan kotoran ikan, sebab ikan yg agak agresif itu mengaduk aduk air akuarium sehingga kotorannya pada jatuh ke dalam jaring tempat telur...
    Terima kasih ya Pak..

    BalasHapus
  2. berminat n mau membeli Waluyo Lombok, email waaskot@gmail.com kami tunggu nuwon

    BalasHapus